Samarinda, Infonusa.co – Kebijakan penetapan HPP untuk gabah dan beras memerlukan analisis yang komprehensif terhadap sejumlah faktor. Pertama, penting untuk memastikan bahwa penyerapan gabah oleh Bulog dilakukan secara efisien dan adil, dengan memperhitungkan keterbatasan sumber daya dan potensi risiko korupsi. Meskipun penyerapan hanya sebesar 8-10% dari produksi dalam negeri, hal ini penting untuk menjaga stabilitas harga petani.
Kemudian, kebijakan HPP harus dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan insentif yang cukup bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas gabah mereka. Namun, masalahnya adalah keuntungan yang didapat masih tergolong kecil, dan peningkatan harga juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas produk. Ini menunjukkan perlunya dukungan dalam bentuk peralatan pasca panen dan pelatihan untuk petani.
Selanjutnya, kebijakan harga harus terintegrasi dengan kebijakan lainnya seperti impor, ekspor, subsidi, dan mekanisme pasca panen. Hanya dengan pendekatan yang holistik, kebijakan HPP dapat menjadi lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Fakta bahwa harga riil gabah dan beras selalu lebih tinggi daripada HPP dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara harga yang ditetapkan dan harga pasar yang sebenarnya. Hal ini mempersulit Bulog dalam penyerapan gabah dan beras dari petani. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian harga yang mempertimbangkan kondisi pasar yang sebenarnya.
Terakhir, perbedaan dalam kualitas dan kuantitas hasil panen antara musim hujan dan kemarau harus dipertimbangkan dengan serius. Peningkatan kualitas gabah dan produksi beras pada musim kemarau dapat menjadi fokus dalam merancang kebijakan HPP yang efektif. Ini mungkin melibatkan pemberian insentif yang lebih besar pada musim kemarau untuk mendorong petani meningkatkan produksi dan kualitas gabah mereka.